Al-Ghirah (rasa cemburu) merupakan fitrah dasar pada diri kaum hawa. Oleh karenanya seorang muslimah harus menjaga fitrah ini agar tidak tercampuri oleh bisikan-bisikan setan.
Dengan tali keimanan dan genggaman keimanan agar ghirah tersebut dapat berakhir menjadi baik serta memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Bahkan ibunda ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha juga sangat cemburu terhadap istri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa Sallam yang lain. Ibunda ‘Aisyah sangat cemburu kepada Zainab binti Jahsy.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan :
“Suatu ketika, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah salah seorang isteri beliau. Tiba-tiba isteri yang lain mengirim mangkuk berisi makanan. Melihat itu, isteri yang rumahnya kedatangan Rasul memukul tangan pelayan pembawa makanan tersebut, maka jatuhlah mangkuk tersebut dan pecah. Kemudian Rasul mengumpulkan kepingan-kepingan pecahan tersebut serta makanannya, sambil berkata:
“Ibumu sedang cemburu,”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh pelayan itu untuk menunggu, kemudian beliau memberikan padanya mangkuk milik isteri yang sedang bersama beliau untuk diberikan kepada pemiliki mangkuk yang pecah. Mangkuk yang pecah beliau simpan di rumah isteri yang sedang bersama beliau” (HR. Al-Bukhari, 5/2003).
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memecahkan mangkuk adalah ‘Aisyah Ummul Mu’minin, sedangkan yang mengirim makanan adalah Zainab binti Jahsy. (Lihat Fathul Bari (7/149 dan 9/236)).
Rasa cemburu akan muncul karena adanya rasa cinta. Semakin kuat rasa cinta seorang istri kepada suaminya maka semakin kuat pula rasa cemburu dalam hatinya.
Berdasarkan ketentuan syari’at, cemburu dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
CEMBURU YANG TERPUJI
Rasa cemburu ini yang sesuai dengan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Diantara contoh-contoh cemburu yang terpuji adalah:
Cemburu terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Cemburu terhadap kehormatan. Orang Mukmin harus cemburu terhadap anggota keluarganya jika ada salah satu seorang di antara mereka yang mengotori kemuliaan atau kehormatan diri.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga orang yang tidak akan Allah lihat pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang meniru gaya lelaki, dan dayuts.” (HR. Ahmad 6180, Nasai 2562, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Cemburu terhadap waktu. Waktu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi ahli ibadah. Dia tentu akan cemburu jika kehilangan waktu. Sebab sekali saja kehilangan waktu, dia tidak akan dapat kembali lagi.
CEMBURU YANG TERCELA
Cemburu yang tercela adalah cemburu yang berada pada kondisi kejiwaan yang hina dan yang tidak dikekang oleh ketentuan-ketentuan syari’at.
Maka tidak heran jika pelakunya terseret pada kebinasaan.
Seperti contoh:
Rasa cemburu seorang istri yang berlebihan kepada suaminya atau sebaliknya. Sehingga di dalam dirinya hanya terdapat Zhan (prasangka) negatif (su’udzan) terhadap suami atau istrinya yang tidak bisa ditawar dan seakan-akan tidak ada keraguan lagi.
Ditinjau dari nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, cemburu bisa dibagi menjadi dua macam.
Dalam sebuah hadist disebutkan, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada jenis cemburu yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, adapula yang dibenci-Nya. Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada sangkaan atau tuduhan. Sedangkan yang dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasi keraguan.”
(Sunan al Baihaqi :7/308)
Cemburu karena hawa nafsu dan tanpa bukti dapat menghancurkan rumah tangga yang rapuh.
Seorang muslim dan muslimah yang bertaqwa akan menjaga lisannya dari membicarakan hal-hal yang diharamkan akibat kecemburuan yang disebabkan oleh Zhan.
Ia juga tidak akan melepaskan perasaan cemburunya secara liar demi menjalankan firman Allah Azza wa Jalla,
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)
Bukan berarti kita tidak boleh cemburu. Rasa cemburu bukanlah sesuatu hal yang buruk dan harus dihilangkan atau ditolak, namun semua itu harus berdasar kepada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam syari’at.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan:
Sa’ad bin ‘Ubadah mengatakan,
“Seandainya aku melihat seorang laki-laki sedang bersama istriku pasti aku pukul dia dengan sisi pedangku yang tajam!”
Mendengar ucapannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidak herankah kalian kecemburuan Sa’ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa’ad, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih cemburu lagi daripada aku.” (HR. Bukhari No. 5220)
Namun jika seorang wanita ingin menyembunyikan gejolak yang membara karena rasa cemburu di dalam hatinya karena ingin mensucikan jiwanya maka itu sah-sah saja bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan pahala dalam Firman-Nya,
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’:32)
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga hati-hati kita dari rasa cemburu yang dapat menyeret kita kepada prasangka buruk serta hal-hal tercela yang membuat murka Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Aamiin
0 Comments